Minggu, 18 November 2012

Kim Jong Woon (Part 4)


Aku mengikuti langkah kaki bibik itu sampai menuju di satu ruangan. Pintu berwarna coklat ini begitu dingin. Entah mengapa aku begitu berdebar ketika menggenggam gagang pintu kamar itu. aku membukanya. Aku membuka kamar itu. setelah membukanya, dengkulku ku begitu lemas, aku jatuh di lantai begitu saja. Air mata ku menitik tanpa seizinku. Aku… melihat berbagai hal yang bisa membuatku menangis tanpa henti. Kamar itu begitu harum dan bersih. Terlihat bingkai besar dengan susunan banyak foto di dalamnya, dan membentuk gambaran wajahku sedang tersenyum. Kapan ia membuat ini? Seluruh waktunya ia gunakan untuk kuliah dan pergi bersamaku. Foto-fotoku tertempel di dinding. Di sisi dinding lainnya, terdapat foto kami berdua. Di awal pertemuan kami sampai hari-hari kami semenjak kami menjadi sepasang kekasih. Di setiap foto, terdapat tanggal dan hari bahkan jam berapa foto itu diambil. Dia menempelkan itu semua di dinding kamarnya. Kemudian, aku terduduk di kasur miliknya. Di atas bantal terdapat sebuah buku. Seperti buku diary. Apa ini milik jong woon? Aku mengambil buku itu dan perlahan aku membukanya. Di halaman pertama…
Dia menceritakan di saat pertama dia mulai menyukaiku. Cerita itu belanjut dan terus berlanjut. Sampai kira-kira satu tahun buku itu tanpa ceritanya lagi. di halaman itu hanya terdapat satu kalimat yaitu:I love you yang ditulisnya tepat di tanggal ulang tahunku, 05 juni. Namun, tepat di tanggal 24 oktober dia mengisinya kembali. Dia mengisinya dengan cerita awal pertemuan kami. Pertengkaran di malam menyedihkan itu. semuanya ia tuangkan dalam buku berwarna coklat kulit nan tua itu. semua kejadian menyenangkan, menyebalkan sampai yang meneteskan air mata ia ceritakan di buku ini. Terakhir, ia hanya menuliskan bahwa ia akan memberi tahukan semuanya padaku. Yaaa… cerita mengenai penyakitnya itu. aku sempat menjatuhkan air mataku di atas buku diary jong woon. Aku tak menyangka bahwa ia segitu tulusnya mencintaiku selama ini. Tak pernah sebelumnya ada lelaki seperti itu di dalam hidupku. Sebelumnya hanya ada kumpulan lelaki pecundang yang mengisi hari-hariku. Tersadar sesaat, aku menutup buku itu dan menaruhnya kembali di tempat semula. Aku keluar kamar jong woon dan mencari bibik tadi. Dia sedang membersihkan ruang tamu di rumah ini. “chogi, sebenarnya jong woon pergi kemana? Aku sangat khawatir dengan keadaannya” bibik itu tidak menggubris pertanyaanku. Dia tetap membersihkan meja. “excuse me.” Bibik itu kemudian menatap mataku, “eropa”. “mwo?!?!?” aku berteriak. Aku terdiam karena terkejut. Lalu sewaktu aku bertanya untuk apa jong woon pergi kesana dia kemudian menjawab “tuan muda pergi ke eropa untuk mencari donor ginjal. Jika bukan karena dirimu, aku rasa dia sudah menyerah dengan operasi pencangkokan ginjal tersebut. Dia bilang padaku semalam, bahwa ia berubah pikiran. Ia ingin terus hidup untuk terus bersamamu dan menjagamu sebaik mungkin. Ia tak akan pernah menginggkari janjinya. Ia adalah seseorang yang selalu tepat janji. Aku sangat berterima kasih padamu nona” ucapnya panjang lebar. Tanpa banyak kata-kata aku pulang. Aku berlari ke kamarku dan menguncinya rapat-rapat. Aku menangis sambil memegang bingkai foto kecil yang tak lain adalah foto kami berdua. aku menangis sampai-sampai aku tertidur di lantai dengan wajah yang basah karena air mataku sendiri.

2 tahun sudah aku tak mendengar kabar dari jong woon.
Aku berulang kali mendatangi rumahnya, eopseo. Aku kini menyibukkan diriku dengan segudang kegiatan, agar aku bisa melupakan jong woon. Walau sebenarnya itu sulit ku lakukan. Sekeras apapun aku mencoba melupakannya, aku malah teringat dengannya. Yang aku bisa lakukan hanya berdoa dan berdoa agar jong woon selalu sehat dan semoga ia berhasil menemukan donor ginjal yang cocok dengannya. Dan semoga pencangkokan ginjalnya berjalan dengan lancar. Aku selalu mendoakan yang terbaik untuknya, walau aku tak pernah tau bagaimana kabar dirinya kini. Dan dimana dia.
Tepat hari sabtu, tanggal 24 agustus.
Hari ini adalah hari ulang tahun jong woon. Aku sengaja membeli tiramisu kesukaannya dan aku tak lupa menaruh satu lilin kecil diatasnya. Aku berniat membawa kue itu ke dalam little little candy dan merayakannya sendiri disana. Terlalu ramai disini, sampai-sampai aku mengantri untuk menaiki little little candy. Tempat dimana aku terakhir kali bertemu dengannya. Sayang kali ini aku harus berbagi ruangan little candy itu dengan seorang lelaki bermantelkan hitam dengan topi dan kaca mata hitamnya. Aku duduk berhadapan dengannya. “saengil chukkae hamnida.. saengil chukkae hamnida saranghandan nae oppa, saengil chukkae hamnida” aku bernyanyi sendiri. Lelaki itu ku kira ia tak memperdulikanku. Aku meniup lilinnya kemudian menatap gemerlap kota seoul dari ketinggian. Aku berharap jong woon ada disini. Kemudian, tak lama little candy terhenti di puncak teratas. Aku ketakutan, tapi… aku malu pada lelaki di depanku ini jika aku berteriak ketakutan. Biasanya ada jong woon yang bersedia memelukku jika aku sedang ketakutan seperti ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar