Aku mengikuti
langkah kaki bibik itu sampai menuju di satu ruangan. Pintu berwarna coklat ini
begitu dingin. Entah mengapa aku begitu berdebar ketika menggenggam gagang
pintu kamar itu. aku membukanya. Aku membuka kamar itu. setelah membukanya,
dengkulku ku begitu lemas, aku jatuh di lantai begitu saja. Air mata ku menitik
tanpa seizinku. Aku… melihat berbagai hal yang bisa membuatku menangis tanpa
henti. Kamar itu begitu harum dan bersih. Terlihat bingkai besar dengan susunan
banyak foto di dalamnya, dan membentuk gambaran wajahku sedang tersenyum. Kapan
ia membuat ini? Seluruh waktunya ia gunakan untuk kuliah dan pergi bersamaku.
Foto-fotoku tertempel di dinding. Di sisi dinding lainnya, terdapat foto kami
berdua. Di awal pertemuan kami sampai hari-hari kami semenjak kami menjadi
sepasang kekasih. Di setiap foto, terdapat tanggal dan hari bahkan jam berapa
foto itu diambil. Dia menempelkan itu semua di dinding kamarnya. Kemudian, aku
terduduk di kasur miliknya. Di atas bantal terdapat sebuah buku. Seperti buku
diary. Apa ini milik jong woon? Aku mengambil buku itu dan perlahan aku
membukanya. Di halaman pertama…
Dia menceritakan
di saat pertama dia mulai menyukaiku. Cerita itu belanjut dan terus berlanjut.
Sampai kira-kira satu tahun buku itu tanpa ceritanya lagi. di halaman itu hanya
terdapat satu kalimat yaitu:I love you yang ditulisnya tepat di tanggal ulang
tahunku, 05 juni. Namun, tepat di tanggal 24 oktober dia mengisinya kembali.
Dia mengisinya dengan cerita awal pertemuan kami. Pertengkaran di malam
menyedihkan itu. semuanya ia tuangkan dalam buku berwarna coklat kulit nan tua
itu. semua kejadian menyenangkan, menyebalkan sampai yang meneteskan air mata
ia ceritakan di buku ini. Terakhir, ia hanya menuliskan bahwa ia akan memberi
tahukan semuanya padaku. Yaaa… cerita mengenai penyakitnya itu. aku sempat
menjatuhkan air mataku di atas buku diary jong woon. Aku tak menyangka bahwa ia
segitu tulusnya mencintaiku selama ini. Tak pernah sebelumnya ada lelaki
seperti itu di dalam hidupku. Sebelumnya hanya ada kumpulan lelaki pecundang
yang mengisi hari-hariku. Tersadar sesaat, aku menutup buku itu dan menaruhnya
kembali di tempat semula. Aku keluar kamar jong woon dan mencari bibik tadi.
Dia sedang membersihkan ruang tamu di rumah ini. “chogi, sebenarnya jong woon
pergi kemana? Aku sangat khawatir dengan keadaannya” bibik itu tidak menggubris
pertanyaanku. Dia tetap membersihkan meja. “excuse me.” Bibik itu kemudian
menatap mataku, “eropa”. “mwo?!?!?” aku berteriak. Aku terdiam karena terkejut.
Lalu sewaktu aku bertanya untuk apa jong woon pergi kesana dia kemudian
menjawab “tuan muda pergi ke eropa untuk mencari donor ginjal. Jika bukan
karena dirimu, aku rasa dia sudah menyerah dengan operasi pencangkokan ginjal
tersebut. Dia bilang padaku semalam, bahwa ia berubah pikiran. Ia ingin terus
hidup untuk terus bersamamu dan menjagamu sebaik mungkin. Ia tak akan pernah
menginggkari janjinya. Ia adalah seseorang yang selalu tepat janji. Aku sangat
berterima kasih padamu nona” ucapnya panjang lebar. Tanpa banyak kata-kata aku
pulang. Aku berlari ke kamarku dan menguncinya rapat-rapat. Aku menangis sambil
memegang bingkai foto kecil yang tak lain adalah foto kami berdua. aku menangis
sampai-sampai aku tertidur di lantai dengan wajah yang basah karena air mataku
sendiri.
2 tahun sudah
aku tak mendengar kabar dari jong woon.
Aku berulang
kali mendatangi rumahnya, eopseo. Aku kini menyibukkan diriku dengan segudang
kegiatan, agar aku bisa melupakan jong woon. Walau sebenarnya itu sulit ku
lakukan. Sekeras apapun aku mencoba melupakannya, aku malah teringat dengannya.
Yang aku bisa lakukan hanya berdoa dan berdoa agar jong woon selalu sehat dan
semoga ia berhasil menemukan donor ginjal yang cocok dengannya. Dan semoga
pencangkokan ginjalnya berjalan dengan lancar. Aku selalu mendoakan yang
terbaik untuknya, walau aku tak pernah tau bagaimana kabar dirinya kini. Dan
dimana dia.
Tepat hari sabtu,
tanggal 24 agustus.
Hari ini adalah
hari ulang tahun jong woon. Aku sengaja membeli tiramisu kesukaannya dan aku
tak lupa menaruh satu lilin kecil diatasnya. Aku berniat membawa kue itu ke
dalam little little candy dan merayakannya sendiri disana. Terlalu ramai
disini, sampai-sampai aku mengantri untuk menaiki little little candy. Tempat
dimana aku terakhir kali bertemu dengannya. Sayang kali ini aku harus berbagi
ruangan little candy itu dengan seorang lelaki bermantelkan hitam dengan topi
dan kaca mata hitamnya. Aku duduk berhadapan dengannya. “saengil chukkae
hamnida.. saengil chukkae hamnida saranghandan nae oppa, saengil chukkae
hamnida” aku bernyanyi sendiri. Lelaki itu ku kira ia tak memperdulikanku. Aku
meniup lilinnya kemudian menatap gemerlap kota seoul dari ketinggian. Aku
berharap jong woon ada disini. Kemudian, tak lama little candy terhenti di
puncak teratas. Aku ketakutan, tapi… aku malu pada lelaki di depanku ini jika
aku berteriak ketakutan. Biasanya ada jong woon yang bersedia memelukku jika
aku sedang ketakutan seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar