Minggu, 18 November 2012

Kim Jong Woon

 Di awal pertemuan kami, benar-benar menyebalkan.
            Hari itu hujan turun deras sekali. Aku dengan diriku yang terlanjur basah kuyup membiarkan diriku terus begitu di bawah rintikan air hujan. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku terjatuh dan kaki ku terluka. Benar-benar hari yang menyedihkan. Setelah lama aku berjalan tanpa tujuan, aku duduk di depan sebuah gedung. Aku seperti orang bodoh saat itu. Semuanya berawal dari mantan pacarku yang playboy itu. Sungguh, aku sudah di butakan oleh cinta. Cinta yang membuatku harus jatuh ke dalam pahitnya patah hati. Aku di dua-kan dengan wanita yang ternyata adalah sahabatku sendiri.
            Sepertinya cerita ini adalah cerita yang membosankan bagi sebagian orang. Sudah banyak orang yang mengalami kejadian ini. Tapi, ini adalah kali pertama aku merasakannya langsung di hidupku. Begitu naas dan menyakitkan ku. Pacarku, ohh tidak. Dia kini adalah mantanku yang harus dengan segera aku lupakan. Aku tidak boleh terpuruk oleh semua ini. Ini hanya segelintir masalah dalam perjalanan hidupku selama 17 tahun aku hidup. Sebelum kejadian ini kejadian yang lebih berat sudah pernah aku alami. Yaitu, saat dimana aku harus menerima kenyataan bahwa ayahku sudah tiada. Beliau pergi meninggalkan keluarganya untuk selama-lamanya. Kejadian itu harusnya bisa membuatku lebih dewasa dibandingkan dengan anak remaja lainnya yang seumur dengan ku.
Aku masih menangis sambil meratapi nasibku yang di tinggalkan oleh pria tak berguna yang lebih memilih untuk bersama wanita lain. Sangat…sangat…sangat memalukan jika ada seseorang yang melihatku dengan keadaan seperti ini. Tidak berapa lama, seorang pria tinggi dengan badan proporsional ditambah dengan wajah tampannya itu berdiri di depan ku, sambil memegang payung ia berkata “menyingkirlah”. Entah kenapa aku tersinggung dengan kata-katanya itu. Aku berdiri dan menatap matanya dengan tatapan marah. “kau. Menghalangi jalan ku, menyingkirlah” katanya lagi. haaah? Mwo? Aku tidak percaya ada laki-laki tak berperasaan seperti dia di dunia ini. Melihat anak gadis sedang menangis, harusnya ia menanyakan apa aku baik-baik saja? atau ada apa dengan mu? Bukan malah mengusirku. Aku marah dan membentak-bentak dirinya sambil memukulnya. Rasanya aku saat itu ingin membunuhnya langsung dan membuangnya ke segitiga biru. Agar ia tidak muncul di depan ku lagi.

3 bulan setelah kejadian itu….
Aku sudah lulus dari SMA dan melanjutkan pendidikanku ke universitas. Sangat menyenangkan. Akhirnya aku bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi mahasiswa. Berpakaian bebas, tanpa ada aturan kelas, tugas piket, dan hal lainnya. Dan aku pun sudah melupakan laki-laki tak berguna yang pernah ada di hidupku itu. Karena aku sudah punya yang baru !!!!
Di universitas ini aku mengambil jurusan design interior. Aku senang men-design sebuah ruangan kosong agar terlihat lebih indah, nyaman dan menarik. Haaah, aku tidak sabar untuk segera lulus dari universitas ini. Ini adalah hari ke-7 aku berkuliah di kampus ini. Sangat nyaman dan menyenangkan. Tapi……. Tidak lagi. gosh !!! aku bertemu dengan laki-laki tak berperasaan itu lagi di area sekitar kampus ku. Apa yang ia lakukan disini????
Aku terus mengawasinya dari kejauhan. Apa dia punya teman yang kuliah disini juga? Atau jangan-jangan salah sanak keluarganya menjadi dosen disini?? Pikirku negative. Yang benar saja aku harus bertemu manusia itu lagi. amit-amit cabang bayi deh.
Aku dan teman-temanku akhirnya meninggalkan kantin. Tiba-tiba…
“tunggu” seseorang memanggil diantara kami.
“sapu tanganmu terjatuh”
Aku segera mengecek tas ku. Dan benar saja, sapu tangan pemberian ayahku tidak ada di dalam tas ku lagi. Aku berbalik dan what??? Laki-laki ini lagi. “kau? Gadis liar yang beberapa waktu lalu bertengkar dengan ku di depan tempat les-ku kan?” astaga !!! aku pikir ia sudah lupa dengan kejadian malam itu. Aku dengan segera menyamber sapu tanganku yang di pegang olehnya. “thanks” ucapku cepat. Aku sudah tak ingin melihat wajahnya lagi.
Semenjak aku tau dari teman-temanku bahwa dia berkuliah di tempat ku, aku mendadak shock. Aku rasa kuliah ku tidak akan aman dan nyaman bila ia tetap berkuliah di tempat yang sama dengan ku. Untung dia tidak mengambil jurusan yang sama dengan ku. Aku bisa gila bila itu terjadi. Hari-hari ku di kampus kini tidak seindah dulu sewaktu aku belum tau bahwa laki-laki yang sampai sekarang aku belum ketahui namanya itu berkuliah di universitas yang sama dengan ku. Menyebalkan. Kenapa semenjak hari itu aku selalu bertemu dengannya????
            Tepat sehari setelah hari valentine, aku kembali menangis. Apalagi masalahnya kalau bukan karena pacarku yang ternyata playboy juga seperti yang dulu. Begitu menyedihkan. Aku berjalan kaki menuju rumahku. Aku tak berniat naik taksi atau angkutan lain. Bukan karena aku tak punya uang untuk membayar ongkos, tapi aku tak ingin ada seseorang yang melihatku dengan keadaan seperti ini. Menangis dan menangis, hanya itu yang aku bisa. Aku selalu terpuruk di jalan ini. Aku rasa aku tak pintar dalam memilih pria untuk di jadikan pacar. Hujannya berhenti. Aku rasa tuhan takut aku sakit. Aku mengadahkan kepalaku ke atas. Kenapa langitnya begitu gelap gulita? Tak ada bintang maupun bulan. Apa yang terjadi?
“apa di setiap kau patah hati kau harus terus berhujan-hujanan ria? Kau itu sudah dewasa. Tak pantas kau melakukan hal konyol itu di umur mu yang sudah ke 18 tahun” seseorang berbicara. Siapa itu? Perlahan aku memutar balikkan badan ku dan… tidak mungkin. Pria tak berperasaan itu lagi??!!! kenapa dia selalu ada dimana-mana? Kenapa juga harus dia yang selalu melihatku dalam keadaan seperti ini?!! Sungguh memalukan. Dia memayungiku dengan payung hitam yang biasa ia bawa. “apa yang kau lakukan? Singkirkan payung mu itu dari atas kepala ku”. Baru satu detik setelah aku berbicara seperti itu, dia dengan cepat menyingkirkan payungnya. Huuf.. benar-benar tak berperasaan. Apa dia selalu begitu pada setiap wanita??? Cerutukku dalam hati sendiri.
“apa kau tau kalau kau itu wanita bodoh?” ucapnya sambil berjalan melaluiku.
“mwoya ige?? Yaa!!! Apa maksudmu berkata seperti itu pada ku?”
“setiap pertemuan kita, kau pasti sedang menangis di bawah rintikan hujan. Dan di setiap itu juga kau selalu menjadikan ku bahan pelampiasan hatimu. Aku benar kan?” tanya pria itu setengah tersenyum kepadaku. Semua kata-katanya benar. Aku tak dapat menyangkalnya. Aku tertunduk. Seketika ia merangkul pundakku, aku sempat berontak dan dia semakin keras merangkulku. Aku menatap matanya “lepaskan aku”. Namun, dia tetap tak mau melepaskannya juga. “apa kau tidak takut sakit? Kau selalu saja hujan-hujanan. Itu akan membuatmu cepat mati. Apa kau tau itu?”. Mati katanya? Haaa, laki-laki ini benar-benar menyebalkan. Aku masih mencoba melepaskan rangkulannya. Dan dia tetap merangkulku kembali saat tangannya lepas dari pundakku. “nama ku jong woon. Kim jong woon. Ingatlah selalu itu” belum sempat ku berbicara untuk menjawabnya dia melanjutkan kembali bicaranya “buatmu aku ini menyebalkan. Aku benar kan? Semenjak pertemuan pertama kita, aku tau itu. Tatapan mata mu itu sudah menjawab semuanya. Walaupun aku tak mengerti kenapa dan tak tau alasannya apa” aku segera memotong pembicaraannya.
“sebenarnya apa yang ingin kau katakan kim jong woon? Aku sama sekali tak mengerti apa yang kau bicarakan”
Dia hanya tersenyum. “aku pun sama. Aku tak mengerti apa yang aku bicarakan saat ini”
“so?” langkahnya terhenti.
“jadi ini seperti hatimu kan?” ucapnya sambil menatap ku lembut.
“apa maksudmu”
“kau bahkan tak tau siapa dan apa yang kau inginkan. Untuk memilih pria baik saja kau tidak tau caranya. PABO!!!” suaranya meninggi.
“apa peduli mu? Kau bahkan tak mengenalku. Berani sekali kau menceramahiku seperti ini”
“bagaimana mungkin aku tidak peduli terhadap wanita yang aku sukai sejak 2 tahun lalu?”
Aku menatapnya dan tak berkedip sedikitpun. Apa yang barusan ia katakan? Tidak bisa dipercaya. “MWO??? Neo michinyo?!?!?” aku pun berteriak di depannya. Tapi ia hanya tersenyum kecil “sudah sampai. Ini rumahmu kan? Masuklah dan keringkan dirimu itu.” Dia pergi begitu saja. Apa-apaan ini? Dia menganggap ku apa?
Tak henti-hentinya aku memikirkan itu. “Dia. dengan mudahnya mengatakan suka padaku. Dan darimana ia mengetahui alamat rumahku??!  2 tahun??? Aku tak ingat aku pernah punya teman SMA seperti dia” aku jadi tak bisa tidur dan terus berbicara sendiri di dalam kamarku. Hati ku dan otak ku rasanya seperti ada yang mengganjal. Aku berharap kejadian semalam adalah mimpi. Cuma mimpi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar